TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengingatkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan janjinya saat berkampanye kala mencalonkan diri sebagai presiden 2014 lalu. Kala itu, Jokowi kerap mendengungkan soal kedaulatan pangan, energi, dan keuangan.
Baca juga: Rizal Ramli Komentari Defisit Neraca Perdagangan Terpayah
"Kok setelah empat tahun semakin tidak berdaulat?" ujar Rizal di Kinanti Building, Jakarta, Selasa, 15 Januari 2019.
Salah satu persoalan yang disoroti Rizal adalah melambungnya impor di era Jokowi yang berimbas kepada defisit neraca perdagangan sepanjang tahun 2018 yang mencapai angka US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun dengan kurs dollar Amerika Serikat Rp 15 ribu.
Semasa berkampanye, Rizal berujar Jokowi selalu berjanji menyetop impor. Namun, janji tinggal janji, hingga sekarang pemerintah masih terus melakukan impor. Kendati ekspor juga meningkat, namun pertumbuhannya tidak setinggi impor. "Kenapa demikian? karena ada inkonsistensi visi, misi, strategi dan personalia. Yang terjadi impor malah gila-gilaan."
Kala itu, kata Rizal, pandangan Jokowi mengenai kedaulatan pangan juga sangat baik. Hanya saja, ia menyayangkan visi tersebut justru diterjemahkan keliru dengan banyaknya impor. Sehingga, ia melihat ada ketidakkonsistenan antara visi, misi, strategi, serta personalia sang pemimpin.
Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat sepanjang Januari hingga Desember 2018 neraca perdagangan mengalami defisit. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan defisit sepanjang tahun tersebut mencapai angka US$ 8,57 miliar atau setara Rp 128,5 triliun dengan kurs dollar Amerika Serikat Rp 15 ribu.
Merujuk pada data BPS sejak 1975, defisit perdagangan pada 2018 menjadi yang tertinggi.
Adapun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan perlunya upaya untuk mendorong ekspor nonmigas agar neraca perdagangan tidak lagi mengalami defisit yang terlalu lebar. "Yang perlu betul kita lakukan adalah mendorong ekspor nonmigas," kata Darmin saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Darmin mengatakan tindakan itu telah dilakukan pemerintah terutama ke pasar nontradisional seperti Afrika yang sedang tumbuh meski hasilnya tidak terlihat dalam waktu cepat.
Menurut Darmin, impor ikut tercatat tumbuh tinggi karena banyak bahan baku maupun modal yang dibutuhkan untuk pembangunan dan barang-barang lainnya yang tidak diproduksi di dalam negeri. "Ekonomi kita itu tumbuh dengan baik. Tidak seperti tahun-tahun lalu. Sehingga mau tidak mau impornya tumbuh dengan cepat. Kalau ekonomi tidak jalan, impornya tidak akan begitu," kata Darmin.
Baca berita lain soal Rizal Ramli di Tempo.co
DIAS PRASONGKO | ANTARA